Seorang anak di tempat pengungsian di Kota Wamena – Jubi/Ist

Solidaritas untuk Nduga : 177 meninggal, 5021 mengungsi akibat konflik di Nduga, Papua

Jayapura, Jubi – Konflik dan dampak konflik di Kabupaten Nduga yang telah berlangsung sejak Desember 2018 sampai sekarang membutuhkan dukungan berbagai pihak, khususnya kelompok masyarakat sipil. Hingga akhir Juni, tercatat 5021 orang mengungsi dari kabupaten ini.

Tim Solidaritas untuk Nduga merilis laporan dan Lembar Fakta Perkembangan Konflik Nduga dan Dampaknya sejak bulan Desember 2018 hingga Juli 2019 di Jakarta, Kamis (18 Juli 2019). Laporan ini selain mencatat jumlah pengungsi hingga akhir Juli 2019, juga mencatat jumlah kematian akibat konflik yang terjadi.

“Sekitar 177 orang yang meninggal dan lima orang masih hilang hingga bulan Juli ini,” ungkap Hipolitus Wangge, realawan Tim Solidaritas untuk Nduga dalam Konferensi Pers di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Seorang anak di tempat pengungsian di Kota Wamena – Jubi/Ist

Selain jumlah warga sipil yang meninggal, tim ini menyebutkan 17 anggota TNI-Polri yang meninggal sejak penyerangan kelompok Tentara Nasional Pembebasan Papua Barat (TPNPB) yang mengakibatkan 16 orang karyawan PT. Istaka Karya meninggal pada awal Desember 2018 lalu.

“Sebagian besar yang meninggal ini adalah balita, 40 orang dan orang dewasa usia produktif, 64 orang,” lanjut Hipolitus.

Sedangkan jumlah pengungsi akibat konflik menurut Hipolitus paling banyak berasal dari Distrik Mbua. Tercatat 1985 warga dari distrik ini mengungsi ke kabupaten lain seperti Jayawijaya dan Lanny Jaya.

Selain dari Mbua, Tim Solidaritas untuk Nduga mencatat pengungsi dari Distrik Yigi (692 orang), Dal (541 orang), Mbulmuyalma (405 orang), Yal (405 orang), Mugi (256 orang), Nitkuri (254 orang), Mam (208 orang), Iniknggal (108 orang), Kageyam (128 orang), Mapenduma (100 orang), meborok (17 orang) dan Koroptok (12 orang).

“Warga yang mengungsi di Jayawijaya banyak kena penyakit ISPA, Anemia, Myalgia, Diare dan Disentri. Sebagian besar berusia remaja,” ujar Hipolitus menjelaskan kondis warga yang mengungsi di Kota Wamena, Jayawijaya.

Dalam rekomendasi laporan tim, Hipolitus mengatakan tim meminta pemerintah mengevaluasi keberadaan aparat keamanan di Nduga. Evaluasi keberadaan aparat keamanan menjadi penting saat ini karena para pengungsi, terutama anak-anak, menderita trauma dengan keberadaan aparat. Keadaan semakin parah karena suplai bantuan makanan dan kesehatan yang minim.

Seorang anak di tempat pengungsian di Kota Wamena – Jubi/Ist

“Ketika aparat datang, anak-anak itu lari dan kabur. Merasa ketakutan melihat aparat berseragam,” ujarnya.

Peneliti Komnas Perempuan, Saur Tumiur Situmorang, menyatakan bahwa warga Nduga memang masih belum bisa kembali ke rumah lantaran aparat hukum masih mendatangi kediaman warga.

“Tak jarang pula ada perusakan terhadap rumah yang ditinggalkan warga. Bahkan ada yang menembaki ternak milik warga,” kata Saur. “

Menanggapi laporan Tim Solidaritas untuk Nduga ini, Kepala Penerangan Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih, Kol. Inf. Muhammad Aidi, menyebut para pengungsi telah kembali ke kediaman masing-masing.

“Sebagian masyarakat yang mengungsi sudah kembali ke kampung dan hidup normal serta mendapatkan bantuan baik dari TNI dan pemerintah,” kata Aidi, dikutip benarnews.org

Ia pun meragukan data jumlah pengungsi yang dilaporkan mencapai 5.000 orang sebab sampai kini belum ada ada resmi jumlah warga Nduga lantaran pemerintah setempat belum memiliki data kependudukan.

“Pengakuan sebagian warga bahwa pengungsi yang belum kembali karena diancam dan diintimidasi oleh kelompok separatis bukan karena takut oleh suara pesawat atau suara tembakan.”

Dia menambahkan pemberian bantuan kepada warga Nduga baik yang mengungsi atau yang sudah kembali dilakukan secara terkoordinasi oleh Pemda dan TNI. (*)

Comments

Leave Your Reply

Your email address will not be published.

*

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.